Pelajaran mengenai menghargai telah kita dapatkan mulai kita dilahirkan, oleh orang tua kita. Ketika kecil kita diajarkan untuk menghargai apapun yang orang lain beri dengan mengatakan “terima kasih”. Tidak hanya kata itu, tapi untuk menghargainya kita harus menggunakannya dengan baik dan menjaganya.
Beranjak ke bangku sekolah, setiap guru mengajarkan kita untuk menghargai orang lian ketika ia sedang berbicara, dengan keep silent, dengan tenang mendengarkan dan memperhatikan dengan seksama apa yang disampaikan kepada kita. Sebagai contoh ketika guru menerangkan di depan kelas, harap didengarkan dengan tenang dan baik. Ketika ada yang ramai ataupun membuat kerusuhan, bahkan jika ada yang menulis-nulis atau menggambar sendiri tidak memperhatikan guru, guru tersebuta akan menegurnya. Menegur bukan semata-mata emosi tanpa sebab, namun suatu bentuk cara mengajarkan bagaimana sikap seseorang menghargai orang lain yang sedang berbicara. Terutama kepada orang yang lebih tua.
Pada sekolah tingkat menengah, kita diajarkan untuk menghargai orang berbicara, dimana orang tersebut masih sebaya dengan kita. Biasanya dalam bentuk diskusi searah dengan teman-temannya sendiri yang memberikan materi di depan kelas kemudian teman-teman yang lain mendengarkan dan bila ada yang kurang jelas dapat mengajukan pertanyaan pada teman yang presentasi di depan kelas. Yang sering terjadi di kelas adalah murid lain yang merasa dirinya tidak memiliki keterkaitan dengan materi yang disampaikan temanya sehingga dia ramai sendiri dengan beberapa teman lain. Ini yang salah. Dia lupa bagaimana menghargai orang lain, karena dilihatnya dia bukan guru yang biasa menerangkan di depan kelas. Oleh guru pada sekolah tingkat menengah seperti ini, mereka akan memperingatkan dan mempersilahkan untuk tenang bagi yang membuat kegaduhan. Misalnya kertika teman lain sedang presentasi di depan kelas, anak yang ramai ditegur oleh guru dan mengatakan, “Jangan ramai sendiri. Hargailah teman kalian yang sedang berbicara di depan yang sudah menyiapkan materi untuk sama-sama kita semua pelajari. Di sini kalian sama-sama belajar, jadi dengarkan. Jika tidak bisa diam keluar.” Biasanya guru berbicara dengan nada sedikit atau tinggi, atau dalam keadaan marah. Ini dilakukannya agar murid dapat mengerti betapa pentingnya mendengarkan orang lain, siapapun dia yang sedang berbicara.
Dari kita kecil telah diajarkan bagaiman a menghargai orang lain. Hingga pada dasarnya kita sudah tahu bagaimana kita menghargai orang lain. Di sekolah tingkat lanjut, yaitu kita sebagai mahasiswa, tentunya sudah mengerti tentang bagaimana harusnya sikap kita ketika orang lain sedang berbicra di depan. Namun terakadang, untuk sebagian orang, semakin tua bukannya semakin mengerti, tapi malah semakin menjadi. Mereka bukannya mendengarkan malah ngerumpi sendiri. Untuk dosen pada umumnya, mereka tidak lagi memperdulikan apakah dia akan terus begitu atau berubah. Dianggap mereka telah mengerti bagaimana harus bersikap ketika menghargai orang lain sedang berbicara. Seharusnya sebagai mahasiswa yang baik kita harus sudah mengerti bagaimana menempatkan dirinya dan bagaimana bersikap serta bagaiman menghargai orang lain. Bagi yang tetap saja tidak mengerti, ia tak seharusnya jadi mahasiswa. Belum pantas jika seseorang dikatakan masiswa tapi sikapnya masih seperti anak sekolahan yang masih labil. Bagi yang baru memasuki jenjang mahasiswa, biasanya dosen masih bersikap seperti guru SMA yang mengingatkan